Disneyland 1972 Love the old s

 

DAMFAK FOLUSI TERHADA

 

Bayangkan Bumi dilanda demam hebat berupa kenaikan temperatur 5,8 derajat Celcius merata terjadi di Jakarta, di Tokyo, di Kathmandu, di London, di Johannesburg, di Funafuti, di Beijing, dan New York. Ribuan orang terancam penyakit mematikan seperti malaria dan flu burung. Daratan yang tadinya berupa pantai putih nan elok atau dermaga kapal dan pelabuhan  berubah menjadi tempat tinggal ikan dan makhluk laut akibat peningkatan muka air laut 3-5 meter melanda semua pantai di Bumi.

Belum lagi angin taifun, badai, dan banjir yang terus mengisi halaman-halaman koran. Semua bertutur tentang kesengsaraan akibat berubahnya alam, akibat bencana yang makin sering dan kian destruktif.

Prediksi-prediksi inilah yang coba dijabarkan dalam berbagai hasil penelitian ilmiah sekitar 1.000 orang pakar dalam Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) bentukan PBB. Hasil kajian terbaru IPCC yang dirilis pada tahun 2007 bahkan menunjukkan bahwa memang manusia adalah penyebab dari 90 persen perubahan iklim.

Dengan kalimat sederhana, perubahan iklim muncul gara-gara aktifitas manusia yang menghasilkan gas rumah kaca lalu terjadilah efek rumah kaca - terperangkapnya sinar matahari oleh gas rumah kaca di atmosfer - sehingga suhu Bumi pun meningkat secara gradual.

Gas rumah kaca terdiri atas berbagai jenis gas, namun yang paling dominan dan berbahaya adalah gas karbon dioksida (CO2), yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil untuk kebutuhan sektor energi dan transportasi.

Perubahan iklim tak lain hanya mendesak terciptanya revolusi energi. Sebagai akar sekaligus inti dari revolusi ini adalah perubahan bagaimana energi itu diproduksi, didistribusikan, dan dikonsumsi.

Lima prinsip dasar yang harus menjiwai revolusi energi adalah; penerapan solusi energi terbarukan (terutama lakukan dengan sistem energi yang terdesentralisasi), menghormati batas-batas kemampuan alam dan lingkungan, menyingkirkan sumber-sumber energi yang "kotor" dan tidak berkesinambungan, penggunaan energi yang lebih adil, serta menurunkan tingkat konsumsi energi berbahan bakar fosil.

Menurut laporan Greenpeace dan Dewan Energi Terbarukan Eropa (EREC) yang dirilis pada Januari 2007 lalu, sistem energi yang terdesentralisasi - di mana listrik dan panas diproduksi berdekatan dengan pengguna akan menghindari limbah energi selama konversi dan distribusi.

Sistem terdesentralisir ini bakal menjadi titik utama revolusi energi, karena akan memenuhi kebutuhan listrik sekitar dua miliar orang yang saat ini belum mendapat akses listrik.

Analisa Greenpeace dan EREC menyebutkan skenario revolusi energi memprediksi bahwa dengan kenaikan GDP dunia sekitar 0,1 persen (pada periode 2003-2050) akan meningkatkan permintaan energi hingga 0,2 persen saja.

Target revolusi energi adalah menurunkan emisi emisi dunia hingga 50 persen dari angka tahun 1990 pada tahun 2050 mendatang, dengan penurunan emisi karbon per kapita ke angka kurang dari 1,3 ton per tahun agar suhu global tetap di bawah plus 2 derajat Celcius.

Efisiensi energi, secara tak terbantahkan, membawa dampak berganda. Sebagai contoh adalah mesin pencuci baju yang bisa hemat listrik dan hemat air. Efisiensi juga kerap memberikan kadar kenyamanan yang lebih tinggi. Rumah yang punya sirkulasi cukup baik akan memberi rasa hangat pada musim dingin, sejuk pada musim panas, dan tentu saja lebih sehat untuk kesehatan. Dengan kata lain efisiensi menawarkan "sesuatu yang lebih dengan sesuatu yang lebih sedikit".

Dalam konteks perubahan iklim, efisiensi membawa potensi yang sangat besar. Dengan mengganti kulkas lama yang tidak hemat energi atau mobil yang boros bahan bakar, tanpa disadari penghematan itu berimbas terhadap "seisi rumah", "seisi mobil" bahkan "seluru sistemtransportasi".

Tanpa tersadar pula, kelak energi yang dibutuhkan dapat terpangkas hingga 4-10 kali lipat daripada kondisi yang ada saat ini. Sebagai contoh, berhemat dan efisien dalam penggunaan energi akan sangat besar efeknya bila benar-benar dilakukan secara konsisten.

ECOFYS pada tahun 2006 memperkirakan sektor industri dengan sistem motor yang lebih efisien akan menghemat 30-40 persen listrik. Sementara penghematan di sektor rumah tangga bisa memangkas kebutuhan listrik 30-80 persen. Penghematan penggunaan lampu bisa menghemat 30-50 persen pemakaian listrik, dan efisiensi listrik selepas jam kerja bahkan dapat menyimpan lebih dari 90 persen listrik yang tadinya dipakai (Ella Syafputri).